Rabu, 21 Desember 2022
REKOLEKSI BAGI PARA PETUGAS LITURGI
Selasa, 13 Desember 2022
RAPAT PANITIA PERAYAAN HARI RAYA NATAL 2022
"Mari Bekerjasama dan sama-sama Bekerja"
Sebuah Perayaan perlu dipersiapkan dengan sungguh-sungguh agar perayaan itu membawa sukacita dan kegembiraan.
Paroki St. Yosef Onekore menyadari akan pentingnya sekelompok orang untuk mengkoordinir dan mengatur sebuah perayaan Liturgi dalam persiapan dan pelaksanaannya. Oleh karena itu, Seksi Liturgi DPP St. Yosef Onekore seijin Pastor Paroki pada 30 November 2022 mengundang semua ketua Lingkungan, Organis, biara-biara yang terlibat, kelompok kategorial rohani dan semua anggota seksi liturgi untuk merancang dan menentukan siapa atau Lingkungan mana yang menjadi Koordinator Umum dalam seluruh persiapan dan pelaksanaan Perayaan Natal 2022 hingga hingga Perayaan Tahun Baru 2023 yang kebetulan jatuh pada hari Minggu (Pesta Maria Bunda Allah). Akhirnya Lingkungan XII yang diketuai olwh Bpk. Martinus Bendu dipercayakan untuk menjadi koordinator Umum dalam Kepanitiaan Hari Raya Natal 2022
Menyikapi akan kepercayaan ini, pada Senin 12 Desember 2022 Panitia Hari Raya Natal 2022 bertempat di Pendopo Pastoran yang dihadiri seluruh anggota Panitia mengadakan rapat pemantapan. Dalam kesempatan ini, Pastor Paroki St. Yosef Onekore, RP. Krispinianus Lado, SVD menyampaikan ucapan terimakasih atas kerelaan dan ketulusan anggota panitia yang hadir dalam rapat ini. Pater Pian (sapaan manisnya) meningatkan dan berpesan pada seluruh anggota panitia " untuk Bekerjasama dan sama-sama Bekerja." "Bekerjasama dimaksud adanya koordinasi antar seksi, saling mengingatkan, diskusi dan hindari perselisihan. Dan sama-sama Bekerja dimaksud adalah semua komponen untuk tidak saling menonton apabila bagian tugasnya telah selesai, melainkan sama-sama, bahu membahu untuk menyelesaikan pekerjaan. Semua komponen harus bekerjasama saling membantu untuk menuntaskan setiap bekerjaan yang belum kelar" demikian penjelasan Pater Pian lebib lanjut. Dalam rapat tetsebut dihadiri pula Pastor rekan RP. Kharis Djuwa, SVD.
Senin, 12 Desember 2022
APAKAH KALAU MISA MALAM NATAL, TIDAK PERLU MISA HARI NATAL 25 DESEMBER ?
Terbersit di benak, apa penghayatan saya dibalik Perayaan Ekaristi Malam Natal dan Hari Natal 25 Desember ? Apakah tidak perlu mengikuti Perayaan Ekaristi kedua-duanya, cukup salah satunya ?
Yang disebut liturginya sama, apabila bacaan-bacaan dan doanya sama. Hal ini saya temukan saat mengikuti misa setiap hari minggu biasa. Kita bisa temukan / alami di paroki-paroki termasuk Paroki Onekore dengan diadakan beberapa kali Perayaan Ekaristi (Misa) dengan alasan pastoral umatnya banyak. Namun Liturgi malam Natal 24 Desember dengan Natal 25 Desember jelas berbeda. Hal ini' bisa dilihat dari bacaan-bacaan dan doa-doanya. Maka sari segi pemahaman permaknaan jelas berbeda.
Misa Malam Natal sebenarnya memberi tekanan tentang kelahiran-Nya (Kelahiran Yesus Kristus) yang sudah terjadi sejak awal, yakni dalam kehendak Bapa di Surga untuk mengangkat martabat manusia ke dfalam sejarah keselamatan-Nya ( Lks. 2:1-14). Kelahiran Maria di Betlehem merupakan ajakan bagi saya dan kita semua untuk menyerahkan kemanusiaan kita (dalam ziarah/sejarah manusia) untuk dimasukkan/ diikutsertakan dalam sejarah keselamatan oleh Tuhan.
Dan, Misa Natal 25 Desember adalah permenungan yang lebih berpusat pada peristiwa mengabarkan lahirnya Kristus di dalam kehidupan orang beriman yang pertama, yakni para gembala (Luk. 2 : 15 - 20). Para gembala adalah pewarta-pewarta pertama yang mengundang saya, kita semua untuk sujud dan menyembah ke hadapan Sang Bayi (Kanak-Kanak) penyelamat, dan selanjutnya menjadi pewarta Kabar bagi/Gembira bagi dunia.
Malam Natal, adalah saat dimana saya turut menantikan detik-detik kelahiran juru selamat dan Hari Natal adalah hari dimana kita menerima Kabar Gembira dari para gembala serta mengumandangkan hari kebahagiaan sekaligus pemakluman kepada dunia bahwa Sang Juru Selamat telah lahir.
Jadi, apabila pemahaman saya bahwa misa Malam Natal adalah cukup dan misa Natal 25 Desember tidak perlu diikuti adalah kepincangan rohani (penghayatan akan Kelahiran dan Kabar Gembira Natal). Telah empat minggu masa penantian (adven) dan saat kelahiran saya sunggu terlibat, namun kebahagiaan, sukacita akan kelahiran saya abaikan/tidak terlibat untuk merayakan dan memaklumkan ke seluruh penjuru dunia atau sebaliknya Malam Natal saya tidak ikuti, tetapi ikuti misa Natal 25 Desember. Saya hanya mau bergembira dan bersukacita tetapi empat minggu masa penantian adalah sia-sia karena detik-detik kelahiran Sang Juru Selamat tidak turut berjaga dan menyaksikan.
Dimanakah Posisi Saya ?
Kamis, 08 Desember 2022
PESAN ADVENTUS 2022
USKUP AGUNG ENDE
MGR. VINCENTIUS SENSI POTOKOTA
Ajakan Pembuka
Saudara-saudari umat Allah se-Keuskupan Agung Ende terkasih
Kita sedang menjalani masa andventus, masa penuh rahmat untuk beribadat dan berbuat nyata. Kata "adventus" berarti " hal mendekati" atau "Kedatangan" ( Bdk. Kamus bahasa Latin, Poerwadarminta, dkk ). Karena itu dalam konteks masa Liturgi Gereja Katolik, adventus secara praktis dipahami sebagai masa untuk mendekati atau menanti dan mempersiapkan kedatangan " Juru selamat" yang dijanjikan dan dinubuatkan.
Namun agar pemahaman dan pemaknaan kita lebih sempurna, harus diketahui dan disadari bahwa yang kita nantikan dan dipersiapkan selain kedatangan Sang Juru Selamat pada hari raya Natal, juga kedatangan kedua, tibanya Hari Pemenuhan Paripurna yang adalah tujuan akhir hidup kita (jangka panjang). Pada titik inilah , saya mengajak segenap umatku untuk berpartisipasi aktif dalam suatu gerakan penting terkait pastoral pembenahan hidup berkeluarga di seluruh wilayah Keuskupan Agung Ende, sebagai aksi nyata mempersiapkan dan menantikan saat paripurna, akhir tugas kehidupan kita dengan pertanggungjawaban paripurna pula.
Kelompok strategis, generasi harapan keluarga-keluarga kita dalam diri Orang Muda Katolik (OMK) memang pantas dan harus menjadi andalan. Kita bersyukur bahwa rata-rata OMK kita lebih terdidik, setidaknya secara formal. Meski gejala-gejala frustrasi karena ancaman pengangguran tetap menjadi momok. Sementara keengganan pulang kampung semakin nyata, karena rupanya mimpi-mimpi generasi muda kita dianggap bakal tidak terjawab oleh keterbatasan di desa yang nyata.
Generasi OMK kita mendunia dalam jangkauan pergaulan. Mereka amat bebas dan amat kreatif, namun wawasan dan kesadaran etis tentang norma-norma moral mencemaskan. Dinamika saling-kenal dan perjodohan sering tidak didukung oleh karakter kepribadian yang mumpuni. Gejala "Sex bebas" diantara mereka rupanya bukan kecurigaan bohong lagi. Sementara pastoral pendampingan OMK amat kurang diminati, baik karena sikap tidak peduli mereka sendiri maupun karena paket-paket bina OMK tidak cocok selera. Maka refrein keluhan OMK tidak suka aktif dalam kegiatan-kegiatan paroki dan KUB tetap bergema.
Kita pantas mengagumi banyak sekali keluarga-keluarga Katolik yang sukses dan patut menjadi teladan dalam kesetiaan cinta sebagai suami istri dan orangtua bagi anak-anak. Banyak pasutri Katolik mencapai usia perkawinan perak, pancawindu dan emas, bahkan intan, meski tifak merayakannya dengan pesta-pesta meriah. Kita berharap dalam doa, agar jumlah pasutri sukses dan pasutri teladan semakin banyak.
Pada sisi kenyataan yang lain, MUSPAS VIII menemukan bahwa cerita kelam tentang kesetiaan cinta pasutri-pasutri Katolik yang tercemar sedang menjadi menu laris-manis di ruang gosip bisik-bisik, atau gosip publik terbuka. Kasus KDRT, perselingkuhan, pisah ranjang dan gugat cerai yang semKin marak, adalah bukti kesetiaan cinta gagal dipertahankan. Keluhuran Sakramen perkawinan Keluarga Katolik swmakin dicemari, dengan alasan-alasan yang multi dimensi. Diantarany belitan utang adat, tekanan ekonomi, pola hidup " Besar pasak, daripada tiang", intervensi orangtua pasutri dan keluarga besar, tempat domisili terpisah karena tuntutan pekerjaan pendukung nafkah, dan yang paling parah ialah bangunanan kematangan/kedewasaan kepribadian suami istri yang rapuh dan tidak teratasi karena jalan-jalan terapis profesional tidak tersedia. Sementara paket program persiapan perkawinan (KPP) untuk calon pasutri masih belum memadai. Sehingga kesiapan lahir-batin, rohani-jasmani pun tidak memadai
Saudara-saudari terkasih ......
Inilah sebagian dari kondisi nyata kehidupan yang mewarnai rumah tangga Katolik yang pantas diprihatini. Pastoral pendidikan dan pendampingan komponen-komponen anggota keluarga maaib jauh dari sempurna. Tidak ada pilihan lain jalan yang gampang. Maka kiranya selama masa adventus ini umatku saling mengajak untuk aksi-aksi intropeksi diri dalam keluarga kita masing-masing, dalam pertemuan di KUB-KUB, dalam Organisasi dan peguyupan umat yang ada, sebagai sebuah gerakkan bersama. Kita harus dan pasti bisa menemukan jalan keluar.
Inspirasi Membangun Komitmen untuk Bergerak Bersama
Saudara-saudari , Umat Allah se-Keuskupan Agung Ende terkasih ...
Gerakan benah-benah pastoral pendampingan dan revitalisasi kehidupan keluarga-keluarga katolik di seluruh wilayah keuskupan kita, adalah kesepakatan dan tekad kita melalui MUSPAS VIII/2021. Karena gerakan dimaksud melibatkan segenap umat se-keuskupan, maka kita harus menancapkan komitmen bersama yang kokoh, terutama dalam rumah tangga kita masing-masing dan di KUB-KUB. Untuk itu kita perlu mencari inspirasi dan berbagai nara sumber.
Kitab Suci kaya dengan inspirasi. Tidak kurang dari Tuhan Allah sendiri telah menginisiatif suatu contoh bergerak bersama. Ketika memenuhi janjiNya menghadirkan Sang Juru Selamat, Allah melibatkan para pihak baik unsur ilahi-surgawi maupun unsur insani-duniawi. Sepanjang masa Adventus bacaan-bacaan Perjanjian Lama sudah bernubuat tentang kedatangan Mesias terjanji, yang artinya para nabi dilibatkan oleh Allah untuk menjadi penyambung lidahNya. Melalui Malaikat Gabriel teepilihnya Maria sebagai ibu yang melahirkan Yesus di beritahu, tetapi ditegaskan bahwa Yesus dikandung oleh Roh Kudus (Luk.1:26-35); Yosef diajak Malaikat Tuhan untuk mendampingi Maria sebagai istrinya (Mat.1:20); Kedatangan Yesus dipersiapkan oleh Yohanes Pembaptis (Luk.1:13-19); Para Gembala, paduan surgawi para malaikat dan ketiga raja kafir dari Timur dihaditkan sebagai saksi kelahiran Yesus (Luk. 2:5-20; Mat 2:1-12). Semua pihak bergerak bersama dan berpartisipasi penuh komitmen.
Sesudah pertobatan yang dramatis dan perubahan menjadi manusia, berkat inisiatif misterius Yesus yang pernah dimusuhinya. Paulus tampil sebagai rasul besar bangsa-bangsa bukan Yahudi. Komitmen Paulus membakar semangat pewartaan-Nya tentang Juru Selamat yang dia yakin tanpa tedeng aling-aling (Gal. 1:17). Di zaman tanpa sarana prasarana pendukung, komitmennya membuat Paulus kreatif dalam berkomunikasi dan bekerjasama dengan para pemimpin/penatua jemaat-jemaat kristiani pertama dimana-mana, meski cuma dengan surat tulisan tangannya (2 Kor. 2:1-3). Pewartaan dan kerasulannya bersama para penatua dan jemaat kristiani menjadi suatu gerakan bersama yang menakjubkan.
Surat-surat Pastoral Paulus menyentuh juga isu-isu hidup berkeluarga. Pikiran dan tip-tip nasehatnya amat sangat inspiratif untuk membangun komitmen pastoral kita bersama membenahi merevitalisasi ideal atau cita-cita hidup keluarga-keluarga katolik yang sejahteta, rukun dan damai. Mari kita berkomitmen untuk memastikan bahwa gerakan bersama kita meraih sukses, agar mutu kehidupan dan kesaksian keluarga-keluarga katolik di seluruh keuskupan menjadi sumbangsi bagi masyarakat umum dimana saja.
Keluarga : Sekolah Pertama Kebajikan dan Keutamaan Hidup bagi Siapapun
Saudara-saudari umat se-uskupan Agung Ende terkasih ......
Melalui ajakan kegembalaanku ini izinkan Saya berharap agar kita sepakat tentang kebenaran dan kepentingan bahwa " keluarga adalah sekolah pertama yang memiliki hak primordial dimana kebajikan dan keutamaan hidup dipelajari dan dimantapka (Bdk. GS. 3 + 5). Karena itu Renstra dan Rentak Muspas VIII dengan modul-modul serta model gerakannya, bertujuan dan bertekad untuk menjadikan rumah-rumah tangga keluarga katolik menjadi sekolah dimana anak-anak yang dilahirkan belajar untuk hidup dan suami-istri menjadi orangtua yang berwawasan dan berketrampilan yang mumpuni/memadai untuk menjadi guru-guru andalan.
Bapa-bapa Gereja melalui proses konsili, menyepakati dan membenarkan kearifan universal tentang keluarga sebagai dasar dan sel utama masyarakat (GS. 52 dan AA 11). Maka pastoral keluarga dalam Gereja kita hampir selalu memprioritaskan rumah-rumah tangga kita sebagai sekolah pemberdayaan yang mempersiapkan keluarga-keluarga katolik yang bermutu sebagai sumbangsi membangun masyarakat dunia yang sejahtera, rukun dan damai. Ajaran iman dan moral katolik membekali kita dengan pedoman-pedoman arah, diantaranya tentang pijakan yang mendasari hampir semua kiprah dan sepak terjang hidup yang terpuji dan sukses.
Saudara-saudari, marilah kita bercermin pula pada teladan keluarga Nazaret. Yesus, Sang Juru Selamat, nyatanya telah lahir dan bertumbuh ditengah keluarga Maria dan Yosef, wadah rumah tangga konkrit. Kesederhanaan kondisi nyata dan kepribadian Maria dan Yosef disukai oleh Allah, suatu misteri yang tetap tidak dapat kita mengerti sepenuhnya.
Namun, yang dapat kita simpulkan ialah bahwa kondisi kesederhanaan sebagai keutamaan terpuji, adalah lahan yang subur untuk pelaksanaan kehendak Kasih Allah mewujudkan rencana agung penyelamatan dunia. Segala kebajikan dan keutamaan yang unggul, baik pada pribadi-pribadi maupun pada kondisi lingkungan keluarga Nazaret, telah menyumbang pada kelayakan yang ideal untuk pilihan Allah.
Kita pantas meyakini bahwa iman, pengharapan dan kasih, benar-benar memampukan keluarga Nazaret membangun komitmen yang kuat untuk patuh dan setia mengemban apapun kehendak Allah. Meskipun banyak perintah Allah yang tidak mereka pahami sepenuhnya. Beriman tanpa banyak bertanya, berharap kuat pada janji mesianik sebagai orang Yahudi, dan tetap mengasihi Allah yang sering membingungkan dan menantang mereka, membuat Maria dan Yosef mampu membangun hidup berkeluarga yang kudus dan pantas diteladani.
Permenungan adventus, yang cukup diwarnai oleh nubuat para nabi tentang Mesias Juru Selamat, menuntut sikap iman, harap dan kasih untuk memahami misteri rencana-rencana Tuhan dengan benar. Penggambaran tentang peran putra-putri keturunan keluarga Daud di sekitar figur Mesias yang dijanjikan, kiranya menginspirasi kita untuk relabeperan serta sesuai ajakan Yesus Kristus melalui GerejaNya di keuskupan kita untuk berkomitmen menyukseskan program-program kerja kita, khususnya membangun kehidupan keluarga-keluarga yang dicita-citakan.
Penutup
Saudara-saudari, umat se-Keuskupan Agung Ende yang saya kasihi dalam Yesus Kristus Juru Selamat......
Masa adventus adalah ruang yang tampan bagi kita, untuk semakin menyadari dan meresapkan betapa mendesaknya (urgennya) panggilan Gembala Agung Gereja kita, Yesus Kristus, agar kita murid-muridNya ikut serta berprihatin, peduli dan bergerak bersama. Program-program pembenahan dan penguatan Pastoral Keluarga-Keluarga (PASKEL) yang menjadi salah satu prioritas kita, telah disepakati sebagai suatu gerakan se-Keuskupan.
Peran-serta wajib yang berpijak diatas komitmen seia-sekata akan menjamin sukses. Apalagi yang mau kita benah bertujuan amat mulia, yaitu terciptanya wadah rumah tangga keluarga-kuarga kita yang swmua anggotanya terdampingi dengan benar dan baik sukses mempertahankan kesatuan yang utuh, sejahtera jiwa-raga, rukun-damai ke dalam dan keluar, dan beriman teguh akan penyertaan tangan Kasih Yesus Kristus dalam RohNya, seperti ditegaskan Paus Yohanes Paulus II ( FC. 13-Famiaris Consirtio)
Melalui keluarga-keluarga yang demikian, anak-anak, remaja orang muda bersama orang tua (pasutri) mampu menciptakan rumah tangganya sebagai " Perahu Adventus" yang selalu siap berlayar sambil menanti saat kedatangan Hakim yang adil dan Raja semesta alam. Dengan tetap kuat berharap agar pada saat Kepenuhan Paripurna , Keluarga-keluarga kita akan ditemukan layak untuk dikumpulkan sebagai domba-domba yang selamat dan bukan kambing-kambing yang malang (Bdk. Mat 25 : 32 -34 )
Selasa, 06 Desember 2022
CATATAN HARIAN PATER MARINUS KROLL, SVD
Sabtu, 03 Desember 2022
SIRAMAN ROHANI - MINGGU ADVEN KEDUA
( Pastor Paroki St. Yosef Onekore )
Jumat, 02 Desember 2022
MISA JUMAT PERTAMA BAGI ANAK SEKOLAH
Hari ini, Jumat 2 Desember 2022 Paroki St. Yosef Onekore kembali mengadakan Perayaan Ekaristi khusus bagi anak-anak pelajar dari tingkat SD - SMA se-wilayah Paroki Onekore, setelah sekian tahun akibat adanya pergantian Pastor Paroki dan bencana pandemi Covid-1.
Hal ini juga atas usulan peserta pleno saat pleno Paroki St. Yosef Onekore tahun 2022.
Dan untuk merespon keprihatinan Muspas ke VIII Keuskupan Agung Ende yang dijadikan salah satu kelompok sasar dalam karya Pastoral.
Jumat, 25 November 2022
MEMAKNAI MASA ADVENT
Sebentar lagi dalam Kalender Liturgi setelah Merayakan Hari Raya Tuhan Yesus Kristus Raja Semesta Alam dalam Minggu Biasa ke XXXIV dalam tahun C/II akan memasuki tahun Liturgi A/I yang dimulai dengan Minggu Adven Pertama. Kata Adven sendiri berasal dari kata Latin Adventus yang berarti Kedatangan.
Sebagaimana keluarga-keluarga di dunia ini menantikan kelahiran seorang bayi dengan pelbagai persiapan karena saatnya hampir tiba dimana selama sembilan bulan seorang ibu telah mengandung demikian pun Bunda Maria mengandung Yesus selama sembilan bulan. Pada 25 Maret kita tahu bahwa Maria mengandung setelah menerima kabar sukacita dari Malaikat Gabriel yang dalam kalender Liturgi kita merayakan Hari Raya Kabar Sukacita.
Masa adven berlangsung selama 4 minggu atau sebulan. Hal ini berarti kita umat Katolik mempersiapkan kelahiran/Kedatangan Tuhan Yesus selama sebulan. Kita bukan mempersiapkan hal-hal duniawi dalam menyambut Sang bayi yang diberi nama Yesus seperti tempat tidur bayi, Baju bayi dan lainnya tetapi sebagai anggota keluarga Katolik , kita mempersiapkan hati, pakaian rohani untuk menyambut bayi mungil, Yesus.
Untuk itu, masa Adven adalah masa pengharapan, persiapan dan penantian menyambut kelahiran Tuhan Yesus Kristus. Berbeda dengan persiapan kelahiran bayi-bayi lain dalam kehidupan ini, dalam mempersiapkan bayi Yesus sebagaiaman telah disinggung adalah hati, maka selama masa Adven ornamen-ornamen Gereja dan pakaian Liturgi adalah berwarna Ungu sebagai tanda pertobatan.
Saat ini, secara Liturgis masa Advent terdiri dari dua bagian. Pertama, minggu I dan II untuk mempersiapkan kedatangan Yesus yang kedua kalinya. Kedua, Minggu III dan IV persiapan untuk memperingati kedatangan Yesus yang pertama yaitu Hari Raya Natal.
Dalam Gereja Katolik, kita menemui lingkaran adven (Adven Wreath) yang berupa lingkaran karangan bunga berisikan lilin berwarna ungu dan satu Lilin berwarna merah muda (kalau tidak memungkinkan lilin bisa satu warba saja yaitu Ungu). Setiap minggunya lilin ini dinyalakan sesuai urutan satu persatu dengan makna yang berbeda-beda.
Arti dari lingkaran adalah lambang hidup yang saling berjalin, lambang keabadian Lilin pertam yang berwarna ungu mengingatkan kita akan kedatangan Yesus Kristus Sang Penebus. Lilin kedua, melambangkan iman dan mengingatkan umat Katolik untuk mempersiapkan jalan bagi kedatangan Tuhan. Lilin ketiga, biasanya berwarna merah muda(bisa juga ungu) melambangkan sukacita kelahiran Kristus Yesus. Dan Lilin keempat, minggu terakhir masa adven melambangkan Kasih dan mengingatkan umat Katolik pada Kemuliaan Tuhan sang pemilik Semesta Alam.
Selama masa Advent juga kita tidak menyanyikan madah kemuliaan. Hal ini sudah diatur dalam Pedomam Umum Misale Romanum (PUMR) Nomor 53 :
"Kemuliaan adalah madah yang sangat dihormati dari zaman Kristen Kuno. Lewat madah ini Gereja yang berkumpul atas dorongan Roh Kudus memuji Allah Bapa dan Anakdomba Allah, serta memohon belaskasihan-Nya. Teks madah ini tidak boleh diganti dengan teks lain. Kemuliaan dibuka olwh Imam atau, lebih cocok, oleh solis atau oleh koor, kemudian dilanjutkan oleh seluruh umat bersama-sama, atau oleh umat dan paduqn suara bersahut-sahutan, atau hanya oleh koor. Kalau tidak dilagukan, madah kemuliaan dilafalkan oleh seluruh umat bersama-sama atau oleh dua kelompok umat secara bersahut-sahutan.
Kemuliaan dilagukan atqu diucapkan pada hari-hari raya dan pesta, pada perayaan-perayaan meriah dan pada hari Minggu di luar Masa Adven dan Prpaskah" (PUMR No. 53)
Minggu, 13 November 2022
Sekilas Makna Liturgi dan Beberapa Pelanggaran Liturgi
Ini adalah artikel tentang Liturgi yang dikutip dari Katoliksitas dan berdasrkan komentar RP. Boli Ujan, SVD, seorang pakar Liturgi
Arti liturgi
Liturgi (leitourgia) pada awalnya berarti “karya publik”. Dalam sejarah perkembangan Gereja, liturgi diartikan sebagai keikutsertaan umat dalam karya keselamatan Allah. Di dalam liturgi, Kristus melanjutkan karya Keselamatan di dalam, dengan dan melalui Gereja-Nya. ((lih. Katekismus Gereja Katolik (KGK) 1069)) Dalam kitab Perjanjian Baru, yaitu Surat kepada Jemaat di Ibrani, kata leitourgia dan leitourgein disebut 3 kali (lih. Ibr 8:6; 9:21; 10:11) yang mengacu kepada pelayanan imamat Kristus.
Maka, liturgi merupakan wujud pelaksanaan tugas Kristus sebagai Imam Agung, di mana Kristus menjadi Pengantara satu-satunya antara manusia kepada Allah Bapa, dengan mengorbankan diri-Nya sekali untuk selama-lamanya (lih. Ibr 9:12; 1 Tim 2:5). Korban Kristus yang satu-satunya inilah yang dihadirkan kembali oleh kuasa Roh Kudus, dalam perayaan Ekaristi. Dengan demikian, liturgi merupakan penyembahan Kristus kepada Allah Bapa di dalam Roh Kudus, dan dalam melakukan penyembahan ini, Kristus melibatkan TubuhNya, yaitu Gereja. Karena itu, liturgi merupakan karya bersama antara Kristus-Sang Kepala, dan Gereja yang adalah Tubuh Kristus, ((lih. Konsili Vatikan II, Sacrosanctum Concillium 7)) sehingga tidak ada kegiatan Gereja yang lebih tinggi nilainya daripada liturgi karena di dalam liturgi terwujudlah persatuan yang begitu erat antara Kristus dengan Gereja sebagai ‘Mempelai’-Nya dan Tubuh-Nya sendiri. ((lih. KGK 1070, SC 7))
Jadi definisi liturgi, menurut Paus Pius XII dalam surat ensikliknya tentang Liturgi Suci, Mediator Dei, menjabarkan definisi liturgi sebagai berikut:
“Liturgi adalah ibadat publik yang dilakukan oleh Penebus kita sebagai Kepala Gereja kepada Allah Bapa dan juga ibadat yang dilakukan oleh komunitas umat beriman kepada Pendirinya [Kristus], dan melalui Dia kepada Bapa. Singkatnya, liturgi adalah ibadat penyembahan yang dilaksanakan oleh Tubuh Mistik Kristus secara keseluruhan, yaitu Kepala dan anggota-anggotanya.” ((Paus Pius XII, Mediator Dei 20))
atau menurut Rm. Emanuel Martasudjita, Pr, “Liturgi adalah perayaan misteri karya keselamatan Allah di dalam Kristus, yang dilaksanakan oleh Yesus Kristus, Sang Imam Agung, bersama Gereja-Nya di dalam ikatan Roh Kudus.” ((Rm. Emanuel Martasudjita, Pr., Liturgi, Pengantar untuk Studi dan Praksis Liturgi, (Yogyakarta: Kanisius, 2011), p.22))
Partisipasi aktif dan sadar
Karena liturgi merupakan perayaan karya keselamatan yang dilakukan oleh Kristus dalam kesatuan dengan Gereja-Nya, maka kita yang adalah anggota- anggota-Nya harus turut mengambil bagian secara aktif di dalam liturgi. Mengapa? Karena liturgi dimaksudkan sebagai karya Kristus dengan melibatkan kita anggota- anggota-Nya, yaitu karya keselamatan Allah yang diperoleh melalui Misteri Paska Kristus, yaitu: wafat, kebangkitan dan kenaikan Kristus ke surga. Kita disatukan dalam Misteri Paska Kristus ini, dengan membawa persembahan hidup kita ke hadapan Allah, dan dengan inilah kita menjalankan martabat Pembaptisan kita sebagai umat pilihan Allah.
Redemptionis Sacramentum (RS) 36 Perayaan Misa, sebagai karya Kristus serta Gereja, merupakan pusat seluruh hidup Kristiani, baik untuk Gereja universal maupun untuk Gereja partikular, dan juga untuk tiap-tiap orang beriman, yang terlibat di dalamnya “pada cara-cara yang berbeda-beda sesuai dengan keanekaragaman jenjang, pelayanan dan partisipasi nyata.” Dengan cara ini umat Kristiani, “bangsa terpilih, imamat rajawi, bangsa yang kudus, milik Allah sendiri”, menunjukkan jenjang-jenjangnya menurut susunan hirarki yang rapih. “Adapun imamat umum kaum beriman dan imamat jabatan atau hirarkis, kendati berbeda hakekatnya dan bukan hanya tingkatannya, saling terarahkan. Sebab keduanya dengan cara khasnya masing-masing mengambil bagian dalam satu imamat Kristus.”
RS 37 Maka itu partisipasi kaum beriman awam dalam Ekaristi dan dalam perayaan-perayaan gerejawi lain, tidak boleh merupakan suatu kehadiran melulu, apalagi suatu kehadiran pasif, sebaliknya harus sungguh dipandang sebagai suatu ungkapan iman dan kesadaran akan martabat pembaptisan.
Partisipasi secara aktif dan sadar ini terlihat dari keikutsertaan umat dalam aklamasi-aklamasi yang diserukan oleh umat, jawaban-jawaban tertentu, lagu-lagu mazmur dan kidung, gerak-gerik penghormatan, menjaga keheningan yang suci pada saat-saat tertentu, dan adanya rubrik-rubrik untuk peranan umat. Di samping itu peluang partisipasi umat dapat diwujudkan dalam pemilihan lagu-lagu, doa-doa, pembacaan teks Kitab Suci, dan dekorasi gereja. Keikutsertaan umat ini tujuannya adalah untuk semakin meningkatkan penghayatan akan sabda Allah dan misteri Paska Kristus yang sedang dirayakan (lih. RS 39). Namun demikian, di atas semua itu, partisipasi aktif dan sadar ini menyangkut sikap batin, yang semakin menghayati dan mengagumi makna perayaan Ekaristi:
RS 40 Akan tetapi, meskipun perayaan liturgis menuntut partisipasi aktif semua orang beriman, belum tentu berarti bahwa setiap orang harus melakukan kegiatan konkrit lain di samping tindakan dan gerak-gerik umum, seakan-akan setiap orang wajib melakukan satu tugas khusus dalam perayaan Ekaristi. Sebaliknya, melalui instruksi katekis harus diusahakan dengan tekun untuk memperbaiki pendapat-pendapat serta praktek-praktek yang dangkal itu, yang selama beberapa tahun terakhir ini sering terjadi. Katekese yang benar akan menanam kembali dalam hati seluruh orang Kristiani kekaguman akan mulianya serta agungnya misteri iman, yakni Ekaristi…. seluruh hidup Kristiani yang mendapat kekuatan daripadanya dan sekaligus tertuju kepadanya….
Tentang sikap batin ini, Redemptionis Sacramentum mengajarkan:
“Maka, haruslah menjadi jelas buat semua, bahwa Tuhan tidak dapat dihormati dengan layak kecuali pikiran dan hati diarahkan kepada-Nya…. (RS 26) Oleh karena itu, ….. semua umat harus sadar bahwa untuk mengambil bagian di dalam kurban Ekaristi adalah tugas dan martabat mereka yang utama. Dan maka bahwa bukan dengan cara yang pasif dan asal-asalan/malas, melantur dan melamun, tetapi dengan cara penuh perhatian dan konsentrasi, mereka dapat dipersatukan dengan se-erat mungkin dengan Sang Imam Agung, sesuai dengan perkataan Rasul Paulus, “Hendaklah kamu menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus” (Flp 2:5) Dan bersama dengan Dia dan melalui Dia hendaklah mereka membuat persembahan, dan di dalam kesatuan dengan Dia, biarlah mereka mempersembahkan diri mereka sendiri (RS 80). “….menaruh pikiran yang terdapat juga dalam Kristus Yesus” mensyaratkan bahwa semua orang Kristen harus mempunyai, sedapat mungkin secara manusiawi, sikap batin yang sama dengan yang telah terdapat pada Sang Penebus ilahi ketika Ia mempersembahkan Diri-Nya sebagai korban. Artinya mereka harus mempunyai sikap kerendahan hati, memberikan penyembahan, hormat, pujian dan syukur kepada Tuhan yang Maha tinggi dan maha besar. Selanjutnya, artinya mereka harus mengambil sikap seperti halnya sebagai kurban, [yaitu] bahwa mereka menyangkal diri mereka sendiri sebagaimana diperintahkan di dalam Injil, bahwa mereka dengan sukarela dan dengan kehendak sendiri melakukan pertobatan dan tiap-tiap orang membenci dosa-dosanya dan membayar denda dosanya. Dengan kata lain mereka harus mengalami kematian mistik dengan Kristus di kayu salib, sehingga kita dapat menerapkan kepada diri kita sendiri perkataan Rasul Paulus, “Aku telah disalibkan dengan Kristus” (Gal 2:19) (RS, 81)
“…. Jelaslah penting bahwa ritus kurban persembahan yang diucapkan secara kodrati, menandai penyembahan yang ada di dalam hati. Kini kurban Hukum yang Baru menandai bahwa penyembahan tertinggi di mana Sang Kepala yang mempersembahkan diri-Nya, yaitu Kristus, dan di dalam kesatuan dengan Dia dan melalui Dia, semua anggota Tubuh Mistik-Nya memberi kepada Tuhan penghormatan dan sembah sujud yang layak bagi-Nya. (RS 93)…. Agar persembahan di mana umat beriman mempersembahkan Kurban ilahi di dalam kurban ini kepada Bapa Surgawi memperoleh hasil yang penuh, adalah penting bahwa orang-orang menambahkan…. persembahan diri mereka sendiri sebagai kurban (RS 98). Maka semua bagian liturgi, akan menghasilkan di dalam hati kita keserupaan dengan Sang Penebus ilahi melalui misteri salib, menurut perkataan Rasul Paulus, “Aku telah disalibkan dengan Kristus. Aku hidup namun bukan aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku.” (Gal 2:19-20) Jadi kita menjadi kurban…. bersama dengan Kristus, untuk semakin memuliakan Bapa yang kekal.” (RS 102)
Penyesuaian liturgi bertujuan untuk meningkatkan peran serta para peraya secara aktif
Liturgi, sebagai karya Gereja (karya Kristus dan anggota-anggota-Nya) mengalami perkembangan dan penyesuaian; dan hal ini kita lihat dalam sejarah Gereja. Sebab bagaimanapun, liturgi menjadi bagian yang tak terpisahkan dari Gereja, dan karena itu segala bentuk penyesuaiannya harus semakin mendorong partisipasi umat di dalamnya dan mengarahkan umat kepada peningkatan penghayatan akan maknanya yang luhur.
Romo Boli Ujan SVD, seorang pakar liturgi di tanah air dan salah seorang narasumber di situs ini, pernah menulis di artikel tentang Penyesuaian dan Inkulturasi liturgi, demikian:
“Arah penyesuaian liturgi dari pihak para peraya sekaligus mengingatkan kita akan tujuan dari penyesuaian liturgi yaitu agar para peraya dapat dengan mudah dan jelas serta aktif mengambil bagian dalam perayaan. Dengan demikian kita lebih mampu memahami tindakan Tuhan dan bersyukur kepada-Nya. …. Liturgi adalah perayaan pertemuan antara Allah dengan manusia dan antara anggota persekutuan satu sama lain yang disatukan dalam Allah. Kehadiran Allah dalam liturgi ini merupakan hal pokok yang tidak dapat digantikan oleh yang lain. Inilah yang membuat keseluruhan suasana perayaan menjadi kudus dan berbeda dengan suasana profan…..
[Namun] Sering penyesuaian liturgi dipandang sebagai kegiatan satu arah saja yaitu upaya dari pihak Allah dan para petugas khusus untuk membuat liturgi itu menjadi relevan dan sesuai dengan para peraya. Padahal liturgi merupakan pertemuan antara Allah dan manusia, dalamnya terjadi dialog bukan monolog. Liturgi sebagai karya Allah ditanggapi oleh para peraya. Maka penyesuaian dari pihak Allah dan para petugas khusus dalam liturgi perlu ditanggapi oleh semua peraya. Dalam liturgi manusia harus berusaha menyesuaikan diri dengan Allah serta rencana-rencana-Nya, dan menyesuaikan diri dengan pedoman-pedoman liturgi terutama pedoman umum mengenai hal-hal pokok dan penting yang dipandang sebagai unsur pembentuk liturgi. Arah penyesuaian terakhir sering kurang mendapat perhatian dalam pembicaraan mengenai pokok ini, sebab yang lebih diutamakan dalam diskusi dan proses penyesuaian liturgi adalah segala upaya membuat liturgi itu sesuai atau cocok untuk para peraya. Kalau demikian penyesuaian liturgi menjadi pincang.”
Beberapa Pelanggaran Liturgi dalam Perayaan Ekaristi
Setelah kita mengetahui pengertian tentang liturgi, mari kita lihat bersama adanya pelanggaran-pelanggaran yang umum terjadi di dalam liturgi Perayaan Ekaristi, yang biasanya didasari oleh kekurangpahaman ataupun ketidakseimbangan dialog antara pihak Allah dan pihak peraya. Dewasa ini, ada kecenderungan untuk terlalu mengikuti kehendak para peraya, sampai mengesampingkan apa yang sebenarnya menjadi hal prinsip yang menjadi kehendak Allah, atau yang selayaknya diberikan kepada Allah sebagai ungkapan penghargaan kita akan Misteri Paska yang kita rayakan dalam liturgi. Kekurangpahaman ataupun ketimpangan penyesuaian dalam liturgi ini melahirkan banyak pelanggaran-pelanggaran, dan berikut ini adalah beberapa contohnya:
Pelanggaran sehubungan dengan persiapan batin sebelum mengikuti Misa Kudus:
1. Tidak berpuasa sedikitnya sejam sebelum menerima Komuni
Seharusnya:
KHK Kan. 919
§ 1 Yang akan menerima Ekaristi Mahakudus hendaknya berpantang dari segala macam makanan dan minuman selama waktu sekurang-kurangnya satu jam sebelum komuni, terkecuali air semata-mata dan obat-obatan.
Maksud puasa sebelum Komuni tentu adalah untuk semakin menyadarkan kita bahwa yang akan kita santap dalam Ekaristi adalah bukan makanan biasa, namun adalah Tuhan sendiri: yaitu Kristus Sang Roti Hidup, yang dapat membawa kita kepada kehidupan kekal (lih. Yoh 6:56-57)
2. Menggunakan pakaian yang tidak/ kurang sopan ke gereja, datang terlambat, ngobrol, berBBM/ SMS di gereja, makan dan minum di dalam gereja, terutama anak- anak, anggota koor yang minum sebelum/ sesudah bertugas, umat saat menunggu dimulainya perayaan Ekaristi.
Seharusnya:
KGK 1387 ….Di dalam sikap (gerak-gerik, pakaian) akan terungkap penghormatan, kekhidmatan, dan kegembiraan yang sesuai dengan saat di mana Kristus menjadi tamu kita. (CCC 1387 …. Bodily demeanor (gestures, clothing) ought to convey the respect, solemnity, and joy of this moment when Christ becomes our guest)
Sudah sewajarnya dan sepantasnya jika kita memberikan penghormatan kepada Allah yang kita jumpai di dalam liturgi. Jika sikap seenaknya tidak kita lakukan jika kita sedang bertemu bapak Presiden, maka selayaknya kita tidak bersikap demikian kepada Tuhan yang kita jumpai di gereja.
3. Tidak memeriksa batin, namun tetap menyambut Komuni meskipun dalam keadaan berdosa berat
Seharusnya:
RS 81 Kebiasaan sejak dahulu kala menunjukkan bahwa setiap orang harus memeriksa batinnya dengan mendalam, dan bahwa setiap orang yang sadar telah melakukan dosa berat tidak boleh menyambut Tubuh Tuhan kalau tidak terlebih dahulu menerima Sakramen Tobat, kecuali jika ada alasan berat dan tidak tersedia kemungkinan untuk mengaku dosa; dalam hal itu ia harus ingat bahwa ia harus membuat doa tobat sempurna, dan dalam doa ini dengan sendirinya tercantum maksud untuk mengaku dosa secepat mungkin (lih. KGK 1385, KHK Kan 916, Ecclesia de Eucharistia, 36)
Dosa berat memisahkan kita dari Kristus, dan karena itu untuk bersatu dengan-Nya kita harus meninggalkan dosa tersebut, dan mengakukannya di dalam sakramen Tobat. Contoh dosa berat ini misalnya jika hidup dalam perkawinan yang tidak sah menurut hukum Gereja Katolik, atau hidup dalam perzinahan/ percabulan, atau dalam keadaan kecanduan obat-obatan, dst. Kekecualian akan “adanya alasan berat dan tidak tersedia kemungkinan mengaku dosa”, contohnya adalah bahaya maut, atau jika tinggal di daerah terpencil di mana Komuni dibagikan oleh seorang asisten imam dalam waktu sekian minggu sekali.
Pelanggaran dalam bagian- bagian Misa Kudus:
1. Mazmur Tanggapan digantikan dengan lagu rohani lainnya
Seharusnya:
Redemptoris Sacramentum (RS) 62 “Tidak juga diperkenankan meniadakan atau menggantikan bacaan-bacaan Kitab Suci yang sudah ditetapkan, atas inisiatif sendiri, apalagi “mengganti bacaan dan Mazmur Tanggapan yang berisi Sabda Allah, dengan teks-teks lain yang bukan dari Kitab Suci.” (lih. juga PUMR 57)
Katekismus mengajarkan bahwa kehadiran Kristus dalam Perayaan Ekaristi nyata dalam: 1) diri imamnya; 2) secara khusus dalam rupa roti dan anggur; 3) dalam sabda Allah (bacaan-bacaan Kitab Suci); 4) dalam jemaat yang berkumpul (lih. KGK 1088). Nah sabda Allah yang dimaksud di sini adalah bacaan di dalam Liturgi Sabda, dan ini termasuk bacaan Mazmur pada hari itu.
2. Ordinarium digantikan dengan lagu- lagu lain dengan teks yang berbeda, yang tidak sama dengan yang sudah disahkan KWI.
RS 59 Di sana-sini terjadi bahwa Imam, Diakon atau umat dengan bebas mengubahkan atau menggantikan teks-teks liturgi suci yang harus mereka bawakan. Praktek yang amat tidak baik ini harus dihentikan. Karena dengan berbuat demikian, perayaan Liturgi Suci digoyahkan dan tidak jarang arti asli liturgi dibengkokkan.
Seharusnya:
PUMR 393 Perlu diperhatikan pentingnya nyanyian dalam Misa sebagai bagian utuh dari liturgi. Konferensi Uskuplah yang berwenang mengesahkan lagu-lagu yang serasi, khususnya untuk teks-teks Ordinarium, jawaban dan aklamasi umat, dan untuk ritus-ritus khusus yang diselenggarakan dalam kurun tahun liturgi….
Rumusan Ordinarium merupakan pernyataan iman Gereja yang sifatnya baku, sehingga tidak selayaknya diubah-ubah atas kehendak pribadi.
3. Kurangnya saat hening.
Seharusnya:
PUMR 56 Liturgi Sabda haruslah dilaksanakan sedemikian rupa sehingga mendorong umat untuk merenung. Oleh karena itu, setiap bentuk ketergesa-gesaan yang dapat mengganggu permenungan harus sungguh dihindari. Selama Liturgi Sabda, sangat cocok disisipkan saat hening sejenak, tergantung pada besarnya jemaat yang berhimpun. Saat hening ini merupakan kesempatan bagi umat untuk meresapkan sabda Allah, dengan dukungan Roh Kudus, dan untuk menyiapkan jawaban dalam bentuk doa. Saat hening sangat tepat dilaksanakan sesudah bacaan pertama, sesudah bacaan kedua, dan sesudah homili.
Pelanggaran dalam hal penerimaan Komuni:
Umat yang menerima Komuni dengan tangan, tidak melakukan sikap penghormatan sebelum menerimanya.
Seharusnya:
PUMR 160 ….Tetapi, kalau menyambut sambil berdiri, dianjurkan agar sebelum menyambut Tubuh (dan Darah) Tuhan mereka menyatakan tanda hormat yang serasi, sebagaimana ditentukan dalam kaidah- kaidah mengenai komuni.
Adalah baik jika sesaat sebelum menyambut Komuni umat menundukkan kepala, tanda penghormatan kepada Kristus Tuhan yang hadir di dalamnya.
Pelanggaran dalam hal musik liturgis:
1. Dinyanyikannya lagu-lagu pop rohani dalam perayaan Ekaristi
Seharusnya:
Tra le Sollecitudini 1 Musik liturgis (sacred music)… mengambil bagian dalam ruang lingkup umum liturgi, yaitu kemuliaan Tuhan, pengudusan dan pengajaran umat beriman. Musik liturgis memberi kontribusi kepada keindahan dan keagungan upacara gerejawi, dan karena tujuan prinsipnya adalah untuk melingkupi teks liturgis dengan melodi yang cocok demi pemahaman umat beriman, tujuan utamanya adalah untuk menambahkan dayaguna-nya kepada teks, agar melaluinya umat dapat lebih terdorong kepada devosi dan lebih baik diarahkan kepada penerimaan buah-buah rahmat yang dihasilkan oleh perayaan misteri-misteri yang paling kudus tersebut.
Tra le Sollecitudini 2 Karena itu musik liturgis (sacred music) … harus kudus, dan harus tidak memasukkan segala bentuk profanitas, tidak hanya di dalam musik itu sendiri, tetapi juga di dalam cara pembawaannya oleh mereka yang memainkannya.
Tra le Sollecitudini 5 Gereja telah selalu mengakui dan menyukai kemajuan dalam hal seni, dan menerima bagi pelayanan agama semua yang baik dan indah yang ditemukan oleh para pakar yang ada sepanjang sejarah — namun demikian, selalu sesuai dengan kaidah- kaidah liturgi. Karena itu musik modern juga diterima Gereja, sebab musik tersebut menyelesaikan komposisi dengan keistimewaan, keagungan dan kedalaman, sehingga bukannya tak layak bagi fungsi-fungsi liturgis. Namun karena musik modern telah timbul kebanyakan untuk melayani penggunaan profan, maka perhatian yang khusus harus diberikan sehubungan dengan itu, agar komposisi musik dengan gaya modern yang diterima oleh Gereja tidak mengandung apapun yang profan, menjadi bebas dari sisa-sisa motif yang diangkat dari teater, dan tidak disusun bahkan di dalam bentuk- bentuk teatrikal seperti cara menyusun lagu- lagu profan.
Harus dibedakan bahwa untuk lagu-lagu liturgis, lagu bukan hanya sebagai ungkapan perasaan tetapi ungkapan iman (lex orandi lex credendi).
3. Band masuk gereja dan digunakan sebagai alat musik liturgi.
Seharusnya:
Tra le Sollecitudini 19 Penggunaan alat musik piano tidak diperkenankan di gereja, sebagaimana juga alat musik yang ribut atau berkesan tidak serius (frivolous), seperti drum, cymbals, bells dan sejenisnya.
Tra le Sollecitudini 20 Dilarang keras menggunakan alat musik band di dalam gereja, dan hanya di dalam kondisi- kondisi khusus dengan persetujuan Ordinaris dapat diizinkan penggunaan alat musik tiup, yang terbatas jumlahnya, dengan penggunaan yang bijaksana, sesuai dengan ukuran tempat yang tersedia dan komposisi dan aransemen yang ditulis dengan gaya yang sesuai, dan sesuai dalam segala hal dengan penggunaan organ.
Maka diperlukan izin khusus untuk menggunakan alat-alat musik lain, terutama jika alat tersebut dapat memberikan efek ribut/ keras, dan berkesan profan/ tidak serius.
Kesimpulan: Mengapa perlu memperhatikan norma-norma Liturgi dan menghindari penyelewengannya?
Adalah penting kita ketahui bersama, bahwa “Norma-norma liturgi Ekaristi dimaksudkan untuk mengungkapkan dan melindungi misteri Ekaristi dan juga menjelaskan bahwa Gerejalah yang merayakan sakramen dan pengorbanan yang agung. Sebagaimana yang ditulis oleh Paus Yohanes Paulus II, “Norma-norma ini adalah ungkapan konkret dari kodrat gerejawi otentik mengenai Ekaristi; inilah maknanya yang terdalam. Liturgi tak pernah menjadi milik perorangan, baik dari selebran maupun komunitas, tempat misteri-misteri dirayakan.” ((Ecclesia de Eucharistia, 52)) Ini berarti bahwa “… para imam yang merayakan Misa dengan setia seturut norma-norma liturgi, dan komunitas-komunitas yang mengikuti norma-norma itu, dengan tenang namun lantang memperagakan kasih mereka terhadap Gereja. ((Ibid., lih. Redemptoris Sacramentum, Lampiran, 2))
Adanya penyelewengan-penyelewengan yang terjadi dalam liturgi seringkali berhubungan dengan salah persepsi tentang makna ‘kebebasan’; dan hal ini tidak menuju kepada pembaharuan sejati yang diharapkan oleh Konsili Vatikan II. Karena penyimpangan ini dapat mengakibatkan merosotnya/ hubungan yang perlu antara hukum doa dengan hukum iman, yaitu bahwa doa harus merupakan ungkapan iman (lex orandi, lex credendi).
Akhirnya, marilah kita berpartisipasi secara aktif dan sadar setiap kali kita mengikuti perayaan liturgi, dan juga dengan memperhatikan dan melaksanakan ketentuan- ketentuannya, sebagai tanda bukti bahwa kita mengasihi Kristus dan Gereja-Nya.
Senin, 07 November 2022
PLENO PAROKI ST. YOSEF ONEKORE 2022
Kegiatan Pleno merupakan kegiatan tahunan dimana semua anggota Dewan Pastoral Paroki (DPP), Fungsionaris Pastoral mulai dari tingkat Komunitas Umat Basis (KUB) hingga Lingkungan, utusan sekolah-sekolah dan Komunitas biara, Kelompok kategorial rohani, tokoh masyarakat bersama pastornya melihat kembali (evaluasi) kegiatan dan capaian karya pastoral di tahun sebelumnya lalu menyusun program pastoral untuk satu tahun ke depan.
Berbeda dengan tahun kerja pada umumnya, Gereja khatolik tahun kerjanya berdasarkan kalender Liturgi.
Paroki St. Yosef Onekore pada hari Minggu 6 November 2022 mengadakan Pleno tahunan bertempat di aula Paroki Marinus Kroll. Dengan thema: " DEMIKIANLAH HENDAKNYA TERANGMU BERCAHAYA DI DEPAN ORANG ( Mat 5 : 16), pleno tahun 2022 sedikit berbeda dengan pleno-pleno di tahun sebelumnya. Kalau di tahun sebelumnya pleno diadakan selama dua hari, di tahun ini diadakan sehari saja. Hal ini dilatarbelakangi karena pada pleno tahun 2021 hanya mengevaluasi program kerja di tahun 2020/2021 sebagai akibat bencana universal pandemi Covid-19. Praktis kenyataan bahwa akibat pandemi banyak program tidak dijalankan. Namun tidak berarti karya Pastoral terhenti. Ada seksi-seksi secara rutinitas kegiatan pastoral tetap dijalankan dan ada kegiatan lain yang dilaksanakan dengan sukses oleh beberapa seksi, misalnya seksi Kerasulan anak dan remaja dengan Kegiatan Hari Anak (HAN), seksi Kerasulan Kitab Suci pada Bulan Kitab Suci dan Kepemudaan dengan Tri Hari OMK Paroki.
Pleno Paroki St. Yosef Onekore terdiri dari Seluruh anggota Dewan Pastoral Paroki, 20 lingkungan dan 84 KUB, sekolah-sekolah se-Paroki, Komunitas Biara se-Paroki dan Tokoh Masyarakat. Pleno dibuka secara resmi oleh Pastor Paroki St. Yosef Onekore, RP. Krispinianus Lado, SVD. Dalam kata sambutan, Pastor paroki sangat bangga atas umat yang lewat ketua lingkungan dan KUB kehadirannya dalam rapat pleno. Dan Pastor paroki menekankan bahwa setiap program yang dirancang harus tepat sasar sesuai dengan issu dan keprihatinan MUSPAS ke VIII di Mataloko. Tiga kelompok keprihatinan yaitu Anak dan Remaja, Kaum Muda (Orang Muda Katolik/OMK) dan Pasangan Suami-Istri usia perkawinan muda. Dalam Panorama yang berjudul " Pelayanan Pastoral Pasca Covid-19 " Panorama Pastoral Pastoral Paroki St. Yosef Onekore oleh Pastor Paroki yang dibawakan oleh pastor rekan RP. Kharis Djuwa, SVD memberi gambaran keseluruhan kegiatan karya Pastoral tahun 2022 dan proyeksi pastoral 2023. Bagaimana keberhasilan dan keprihatinan sebagai gembala umat dalam parokinya diuraikan dalam panorama ini.
Untuk refleksi Biblis dalam berpastoral yang dibawakan oleh RP. Pian Lado, SVD sendiri mengangkat thema dalam Pleno "Demikianlah Hendaknya Terangmu Bercahaya Di depan Orang" (Mat. 5:16). Setiap orang Kristen melalui penerimaan sakramen inisiasi diundang oleh Kristus , Terang Dunia dan untuk terang para bangsa (Luk. 2:32) bercahaya di depan orang. Orang Kristen adalah bagian dari Tubuh Kristus, yakni gereja. Gereja sebagai anggota tubuh mistik Kristus dan Kristus sendiri adalah kepalanya dipanggil untuk menjadi terang bagi bangsa-bangsa (Lumen Gentium). Lebih lanjut, pastor paroki dalam refleksi biblis menyadari bahwa selama tahun pastoral 2021/2022 di bawah tema: " Langit dan Bumi akan berlalu, tetapi Sabda-Ku tidak akan berlalu" telah berusaha merealisasikan karya pelayanan pastoral dengan memberi penekanan pada Sabda Allah sebagai sumber hidup sekarang dan selama-lamanya. Kenangan pahit dan manis di masa sulit, indah dan suramnya dengan gejolak pandemi Covid-19 telah dilewati. Sekarang kita akan memasuki gerbang new normal, demikian ungkap pater Pian.
Pleno Paroki tahun 2022 kali ini juga memberi nuansa baru dengan kehadiran tiga moderator untuk memandu jalannya Pleno. Herlin Reku Radja seorang muda tampil sebagai Moderator dalam Pleno Pertama. Dan Bpk. Marselus Eclesianus Meta,ST.M.Eng.( dikenal Bpk. Sil Meta) menjadi Moderator pada Pleno ketiga, serta Bpk. Yance Vianney, S.Sos, M.Si tampil untuk memandu Pleno Kedua dan empat.
Pleno diwarnai dengan diskusi hangat yang dibagi dalam empat kelompok (Rumpun Pewartaan, Rumpun Pembinaan, Rumpun Pemberdayaan Masyarakat dan Badan Pengelolaan keuangan ). Setelah itu dipresentasikan untuk didiskusikan bersama seluruh peserta Pleno dan diusulkan ke Pastor Paroki sebagai ketua DPP ex-officio menjadi sebuah program kerja pastoral 2022/2023.
Dalam kelelahan dan semangat Comunio -Misio akhirnya Pleno pun berakhir sesuai rencana yang ditandai penandatanganan berita acara hasil pleno oleh Pastor Paroki, perwakilan umat, Perwakilan anggota DPP dan tokoh masyarakat lalu diserahkan ke Pastor Paroki.
Kamis, 03 November 2022
UMAT PAROKI ONEKORE MEMPERINGATI HARI ARWAH DI PEKUBURAN PAROKI
Dalam khotbahnya, Pater Pian Lado mengingatkan bahwa inilah "rumah-rumah" masa depan kita semua. Sekali kelak kita pun akan mengalaminya. Pastor Paroki menggambarkan bahwa dalam permenungannya ada Gereja Persekutuan Para Kudus di Surga, Gereja bagi kita yang masih hidup dan Gereja terakhir beliau menyebutnya sebagai "Gereja bawah tanah"(Gereja bagi orang yang telah meninggal). Kita semua, akan mengalami situasi ketiga gereja ini.