Jumat, 25 November 2022

MEMAKNAI MASA ADVENT

 


Sebentar lagi dalam Kalender Liturgi setelah Merayakan Hari Raya Tuhan Yesus Kristus Raja Semesta Alam dalam Minggu Biasa ke XXXIV dalam tahun C/II akan memasuki tahun Liturgi A/I yang dimulai dengan Minggu Adven Pertama. Kata Adven sendiri berasal dari kata Latin Adventus yang berarti Kedatangan. 

Sebagaimana keluarga-keluarga di dunia ini menantikan kelahiran seorang bayi  dengan pelbagai persiapan karena saatnya hampir tiba dimana selama sembilan bulan seorang ibu telah mengandung demikian pun Bunda Maria mengandung Yesus selama sembilan bulan. Pada 25 Maret kita tahu bahwa Maria  mengandung  setelah menerima kabar sukacita dari Malaikat Gabriel yang dalam kalender Liturgi kita merayakan Hari Raya Kabar Sukacita.

Masa adven berlangsung selama 4 minggu atau sebulan. Hal ini berarti kita umat Katolik mempersiapkan kelahiran/Kedatangan Tuhan Yesus selama sebulan. Kita bukan mempersiapkan hal-hal duniawi dalam menyambut Sang bayi yang diberi nama Yesus seperti tempat tidur bayi, Baju bayi dan lainnya tetapi sebagai anggota keluarga Katolik , kita mempersiapkan hati, pakaian rohani untuk menyambut bayi mungil, Yesus.

Untuk itu, masa Adven adalah masa pengharapan, persiapan dan penantian menyambut kelahiran Tuhan Yesus Kristus. Berbeda dengan persiapan kelahiran bayi-bayi lain dalam kehidupan ini, dalam mempersiapkan bayi Yesus sebagaiaman telah disinggung adalah hati, maka selama masa Adven ornamen-ornamen Gereja dan pakaian Liturgi adalah berwarna Ungu sebagai tanda pertobatan.

Saat ini, secara Liturgis masa Advent terdiri dari dua bagian. Pertama, minggu I dan II untuk mempersiapkan kedatangan Yesus yang kedua kalinya. Kedua, Minggu III dan IV persiapan untuk memperingati kedatangan Yesus yang pertama yaitu Hari Raya Natal.

Dalam Gereja Katolik, kita menemui lingkaran adven (Adven Wreath) yang berupa lingkaran karangan bunga berisikan lilin berwarna ungu dan satu Lilin berwarna merah muda (kalau tidak memungkinkan lilin bisa satu warba saja yaitu Ungu). Setiap minggunya lilin ini dinyalakan sesuai urutan satu persatu dengan makna yang berbeda-beda. 

Arti dari lingkaran adalah lambang hidup yang saling berjalin, lambang keabadian Lilin pertam yang berwarna ungu mengingatkan kita akan kedatangan Yesus Kristus Sang Penebus. Lilin kedua, melambangkan iman dan mengingatkan umat Katolik untuk mempersiapkan jalan bagi kedatangan Tuhan. Lilin ketiga, biasanya berwarna merah muda(bisa juga ungu) melambangkan sukacita kelahiran Kristus Yesus. Dan Lilin keempat, minggu terakhir masa adven melambangkan Kasih dan mengingatkan umat Katolik pada Kemuliaan Tuhan sang pemilik Semesta Alam.

Selama masa Advent juga kita tidak menyanyikan madah kemuliaan. Hal ini sudah diatur dalam Pedomam Umum Misale Romanum (PUMR) Nomor 53 :

"Kemuliaan  adalah madah yang sangat dihormati dari zaman Kristen Kuno. Lewat madah ini Gereja yang berkumpul  atas dorongan Roh Kudus memuji Allah Bapa dan Anakdomba Allah, serta memohon belaskasihan-Nya. Teks madah ini tidak boleh diganti dengan  teks lain. Kemuliaan dibuka olwh Imam  atau, lebih cocok, oleh solis atau oleh koor, kemudian dilanjutkan oleh seluruh umat bersama-sama, atau oleh umat dan paduqn suara bersahut-sahutan, atau hanya oleh koor. Kalau tidak dilagukan, madah kemuliaan dilafalkan oleh seluruh umat bersama-sama atau oleh dua kelompok umat secara bersahut-sahutan.

Kemuliaan dilagukan atqu diucapkan pada hari-hari raya dan pesta, pada perayaan-perayaan meriah dan pada hari Minggu di luar Masa Adven dan Prpaskah" (PUMR No. 53)


Minggu, 13 November 2022

Sekilas Makna Liturgi dan Beberapa Pelanggaran Liturgi


Ini adalah artikel tentang Liturgi yang dikutip dari Katoliksitas dan berdasrkan komentar RP. Boli Ujan, SVD, seorang pakar Liturgi 

Arti liturgi

Liturgi (leitourgia) pada awalnya berarti “karya publik”. Dalam sejarah perkembangan Gereja, liturgi diartikan sebagai keikutsertaan umat dalam karya keselamatan Allah. Di dalam liturgi, Kristus melanjutkan karya Keselamatan di dalam, dengan dan melalui Gereja-Nya. ((lih. Katekismus Gereja Katolik (KGK) 1069)) Dalam kitab Perjanjian Baru, yaitu Surat kepada Jemaat di Ibrani, kata leitourgia dan leitourgein disebut 3 kali (lih. Ibr 8:6; 9:21; 10:11) yang mengacu kepada pelayanan imamat Kristus.

Maka, liturgi merupakan wujud pelaksanaan tugas Kristus sebagai Imam Agung, di mana Kristus menjadi Pengantara satu-satunya antara manusia kepada Allah Bapa, dengan mengorbankan diri-Nya sekali untuk selama-lamanya (lih. Ibr 9:12; 1 Tim 2:5). Korban Kristus yang satu-satunya inilah yang dihadirkan kembali oleh kuasa Roh Kudus, dalam perayaan Ekaristi. Dengan demikian, liturgi merupakan penyembahan Kristus kepada Allah Bapa di dalam Roh Kudus, dan dalam melakukan penyembahan ini, Kristus melibatkan TubuhNya, yaitu Gereja. Karena itu, liturgi merupakan karya bersama antara Kristus-Sang Kepala, dan Gereja yang adalah Tubuh Kristus, ((lih. Konsili Vatikan II, Sacrosanctum Concillium 7)) sehingga tidak ada kegiatan Gereja yang lebih tinggi nilainya daripada liturgi karena di dalam liturgi terwujudlah persatuan yang begitu erat antara Kristus dengan Gereja sebagai ‘Mempelai’-Nya dan Tubuh-Nya sendiri. ((lih. KGK 1070, SC 7))

Jadi definisi liturgi, menurut Paus Pius XII dalam surat ensikliknya tentang Liturgi Suci, Mediator Dei, menjabarkan definisi liturgi sebagai berikut:

“Liturgi adalah ibadat publik yang dilakukan oleh Penebus kita sebagai Kepala Gereja kepada Allah Bapa dan juga ibadat yang dilakukan oleh komunitas umat beriman kepada Pendirinya [Kristus], dan melalui Dia kepada Bapa. Singkatnya, liturgi adalah ibadat penyembahan yang dilaksanakan oleh Tubuh Mistik Kristus secara keseluruhan, yaitu Kepala dan anggota-anggotanya.” ((Paus Pius XII, Mediator Dei 20))

atau menurut Rm. Emanuel Martasudjita, Pr, “Liturgi adalah perayaan misteri karya keselamatan Allah di dalam Kristus, yang dilaksanakan oleh Yesus Kristus, Sang Imam Agung, bersama Gereja-Nya di dalam ikatan Roh Kudus.” ((Rm. Emanuel Martasudjita, Pr., Liturgi, Pengantar untuk Studi dan Praksis Liturgi, (Yogyakarta: Kanisius, 2011), p.22))

Partisipasi aktif dan sadar

Karena liturgi merupakan perayaan karya keselamatan yang dilakukan oleh Kristus dalam kesatuan dengan Gereja-Nya, maka kita yang adalah anggota- anggota-Nya harus turut mengambil bagian secara aktif di dalam liturgi. Mengapa? Karena liturgi dimaksudkan sebagai karya Kristus dengan melibatkan kita anggota- anggota-Nya, yaitu karya keselamatan Allah yang diperoleh melalui Misteri Paska Kristus, yaitu: wafat, kebangkitan dan kenaikan Kristus ke surga. Kita disatukan dalam Misteri Paska Kristus ini, dengan membawa persembahan hidup kita ke hadapan Allah, dan dengan inilah kita menjalankan martabat Pembaptisan kita sebagai umat pilihan Allah.

Redemptionis Sacramentum (RS) 36     Perayaan Misa, sebagai karya Kristus serta Gereja, merupakan pusat seluruh hidup Kristiani, baik untuk Gereja universal maupun untuk Gereja partikular, dan juga untuk tiap-tiap orang beriman, yang terlibat di dalamnya “pada cara-cara yang berbeda-beda sesuai dengan keanekaragaman jenjang, pelayanan dan partisipasi nyata.” Dengan cara ini umat Kristiani, “bangsa terpilih, imamat rajawi, bangsa yang kudus, milik Allah sendiri”, menunjukkan jenjang-jenjangnya menurut susunan hirarki yang rapih. “Adapun imamat umum kaum beriman dan imamat jabatan atau hirarkis, kendati berbeda hakekatnya dan bukan hanya tingkatannya, saling terarahkan. Sebab keduanya dengan cara khasnya masing-masing mengambil bagian dalam satu imamat Kristus.”

RS 37     Maka itu partisipasi kaum beriman awam dalam Ekaristi dan dalam perayaan-perayaan gerejawi lain, tidak boleh merupakan suatu kehadiran melulu, apalagi suatu kehadiran pasif, sebaliknya harus sungguh dipandang sebagai suatu ungkapan iman dan kesadaran akan martabat pembaptisan.

Partisipasi secara aktif dan sadar ini terlihat dari keikutsertaan umat dalam aklamasi-aklamasi yang diserukan oleh umat, jawaban-jawaban tertentu, lagu-lagu mazmur dan kidung, gerak-gerik penghormatan, menjaga keheningan yang suci pada saat-saat tertentu, dan adanya rubrik-rubrik untuk peranan umat. Di samping itu peluang partisipasi umat dapat diwujudkan dalam pemilihan lagu-lagu, doa-doa, pembacaan teks Kitab Suci, dan dekorasi gereja. Keikutsertaan umat ini tujuannya adalah untuk semakin meningkatkan penghayatan akan sabda Allah dan misteri Paska Kristus yang sedang dirayakan (lih. RS 39). Namun demikian, di atas semua itu, partisipasi aktif dan sadar ini menyangkut sikap batin, yang semakin menghayati dan mengagumi makna perayaan Ekaristi:

RS 40   Akan tetapi, meskipun perayaan liturgis menuntut partisipasi aktif semua orang beriman, belum tentu berarti bahwa setiap orang harus melakukan kegiatan konkrit lain di samping tindakan dan gerak-gerik umum, seakan-akan setiap orang wajib melakukan satu tugas khusus dalam perayaan Ekaristi. Sebaliknya, melalui instruksi katekis harus diusahakan dengan tekun untuk memperbaiki pendapat-pendapat serta praktek-praktek yang dangkal itu, yang selama beberapa tahun terakhir ini sering terjadi. Katekese yang benar akan menanam kembali dalam hati seluruh orang Kristiani kekaguman akan mulianya serta agungnya misteri iman, yakni Ekaristi…. seluruh hidup Kristiani yang mendapat kekuatan daripadanya dan sekaligus tertuju kepadanya….

Tentang sikap batin ini, Redemptionis Sacramentum mengajarkan:

“Maka, haruslah menjadi jelas buat semua, bahwa Tuhan tidak dapat dihormati dengan layak kecuali pikiran dan hati diarahkan kepada-Nya…. (RS 26) Oleh karena itu, ….. semua umat harus sadar bahwa untuk mengambil bagian di dalam kurban Ekaristi adalah tugas dan martabat mereka yang utama. Dan maka bahwa bukan dengan cara yang pasif dan asal-asalan/malas, melantur dan melamun, tetapi dengan cara penuh perhatian dan konsentrasi, mereka dapat dipersatukan dengan se-erat mungkin dengan Sang Imam Agung, sesuai dengan perkataan Rasul Paulus, “Hendaklah kamu menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus” (Flp 2:5) Dan bersama dengan Dia dan melalui Dia hendaklah mereka membuat persembahan, dan di dalam kesatuan dengan Dia, biarlah mereka mempersembahkan diri mereka sendiri (RS 80). “….menaruh pikiran yang terdapat juga dalam Kristus Yesus” mensyaratkan bahwa semua orang Kristen harus mempunyai, sedapat mungkin secara manusiawi, sikap batin yang sama dengan yang telah terdapat pada Sang Penebus ilahi ketika Ia mempersembahkan Diri-Nya sebagai korban. Artinya mereka harus mempunyai sikap kerendahan hati, memberikan penyembahan, hormat, pujian dan syukur kepada Tuhan yang Maha tinggi dan maha besar. Selanjutnya, artinya mereka harus mengambil sikap seperti halnya sebagai kurban, [yaitu] bahwa mereka menyangkal diri mereka sendiri sebagaimana diperintahkan di dalam Injil, bahwa mereka dengan sukarela dan dengan kehendak sendiri melakukan pertobatan dan tiap-tiap orang membenci dosa-dosanya dan membayar denda dosanya. Dengan kata lain mereka harus mengalami kematian mistik dengan Kristus di kayu salib, sehingga kita dapat menerapkan kepada diri kita sendiri perkataan Rasul Paulus, “Aku telah disalibkan dengan Kristus” (Gal 2:19) (RS, 81)

“…. Jelaslah penting bahwa ritus kurban persembahan yang diucapkan secara kodrati, menandai penyembahan yang ada di dalam hati. Kini kurban Hukum yang Baru menandai bahwa penyembahan tertinggi di mana Sang Kepala yang mempersembahkan diri-Nya, yaitu Kristus, dan di dalam kesatuan dengan Dia dan melalui Dia, semua anggota Tubuh Mistik-Nya memberi kepada Tuhan penghormatan dan sembah sujud yang layak bagi-Nya. (RS 93)…. Agar persembahan di mana umat beriman mempersembahkan Kurban ilahi di dalam kurban ini kepada Bapa Surgawi memperoleh hasil yang penuh, adalah penting bahwa orang-orang menambahkan…. persembahan diri mereka sendiri sebagai kurban (RS 98). Maka semua bagian liturgi, akan menghasilkan di dalam hati kita keserupaan dengan Sang Penebus ilahi melalui misteri salib, menurut perkataan Rasul Paulus, “Aku telah disalibkan dengan Kristus. Aku hidup namun bukan aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku.” (Gal 2:19-20) Jadi kita menjadi kurban…. bersama dengan Kristus, untuk semakin memuliakan Bapa yang kekal.” (RS 102)

Penyesuaian liturgi bertujuan untuk meningkatkan peran serta para peraya secara aktif

Liturgi, sebagai karya Gereja (karya Kristus dan anggota-anggota-Nya) mengalami perkembangan dan penyesuaian; dan hal ini kita lihat dalam sejarah Gereja. Sebab bagaimanapun, liturgi menjadi bagian yang tak terpisahkan dari Gereja, dan karena itu segala bentuk penyesuaiannya harus semakin mendorong partisipasi umat di dalamnya dan mengarahkan umat kepada peningkatan penghayatan akan maknanya yang luhur.

Romo Boli Ujan SVD, seorang pakar liturgi di tanah air dan salah seorang narasumber di situs ini, pernah menulis di artikel tentang Penyesuaian dan Inkulturasi liturgi, demikian:

“Arah penyesuaian liturgi dari pihak para peraya sekaligus mengingatkan kita akan tujuan dari penyesuaian liturgi yaitu agar para peraya dapat dengan mudah dan jelas serta aktif mengambil bagian dalam perayaan. Dengan demikian kita lebih mampu memahami tindakan Tuhan dan bersyukur kepada-Nya. …. Liturgi adalah perayaan pertemuan antara Allah dengan manusia dan antara anggota persekutuan satu sama lain yang disatukan dalam Allah. Kehadiran Allah dalam liturgi ini merupakan hal pokok yang tidak dapat digantikan oleh yang lain. Inilah yang membuat keseluruhan suasana perayaan menjadi kudus dan berbeda dengan suasana profan…..

[Namun] Sering penyesuaian liturgi dipandang sebagai kegiatan satu arah saja yaitu upaya dari pihak Allah dan para petugas khusus untuk membuat liturgi itu menjadi relevan dan sesuai dengan para peraya. Padahal liturgi merupakan pertemuan antara Allah dan manusia, dalamnya terjadi dialog bukan monolog. Liturgi sebagai karya Allah ditanggapi oleh para peraya. Maka penyesuaian dari pihak Allah dan para petugas khusus dalam liturgi perlu ditanggapi oleh semua peraya. Dalam liturgi manusia harus berusaha menyesuaikan diri dengan Allah serta rencana-rencana-Nya, dan menyesuaikan diri dengan pedoman-pedoman liturgi terutama pedoman umum mengenai hal-hal pokok dan penting yang dipandang sebagai unsur pembentuk liturgi. Arah penyesuaian terakhir sering kurang mendapat perhatian dalam pembicaraan mengenai pokok ini, sebab yang lebih diutamakan dalam diskusi dan proses penyesuaian liturgi adalah segala upaya membuat liturgi itu sesuai atau cocok untuk para peraya. Kalau demikian penyesuaian liturgi menjadi pincang.”

Beberapa Pelanggaran Liturgi dalam Perayaan Ekaristi

Setelah kita mengetahui pengertian tentang liturgi, mari kita lihat bersama adanya pelanggaran-pelanggaran yang umum terjadi di dalam liturgi Perayaan Ekaristi, yang biasanya didasari oleh kekurangpahaman ataupun ketidakseimbangan dialog antara pihak Allah dan pihak peraya. Dewasa ini, ada kecenderungan untuk terlalu mengikuti kehendak para peraya, sampai mengesampingkan apa yang sebenarnya menjadi hal prinsip yang menjadi kehendak Allah, atau yang selayaknya diberikan kepada Allah sebagai ungkapan penghargaan kita akan Misteri Paska yang kita rayakan dalam liturgi. Kekurangpahaman ataupun ketimpangan penyesuaian dalam liturgi ini melahirkan banyak pelanggaran-pelanggaran, dan berikut ini adalah beberapa contohnya:

Pelanggaran sehubungan dengan persiapan batin sebelum mengikuti Misa Kudus:

1. Tidak berpuasa sedikitnya sejam sebelum menerima Komuni

Seharusnya:

KHK Kan. 919

§ 1 Yang akan menerima Ekaristi Mahakudus hendaknya berpantang dari segala macam makanan dan minuman selama waktu sekurang-kurangnya satu jam sebelum komuni, terkecuali air semata-mata dan obat-obatan.

Maksud puasa sebelum Komuni tentu adalah untuk semakin menyadarkan kita bahwa yang akan kita santap dalam Ekaristi adalah bukan makanan biasa, namun adalah Tuhan sendiri: yaitu Kristus Sang Roti Hidup, yang dapat membawa kita kepada kehidupan kekal (lih. Yoh 6:56-57)

2. Menggunakan pakaian yang tidak/ kurang sopan ke gereja, datang terlambat, ngobrol, berBBM/ SMS di gereja, makan dan minum di dalam gereja, terutama anak- anak, anggota koor yang minum sebelum/ sesudah bertugas, umat saat menunggu dimulainya perayaan Ekaristi.

Seharusnya:

KGK 1387 ….Di dalam sikap (gerak-gerik, pakaian) akan terungkap penghormatan, kekhidmatan, dan kegembiraan yang sesuai dengan saat di mana Kristus menjadi tamu kita. (CCC 1387 …. Bodily demeanor (gestures, clothing) ought to convey the respect, solemnity, and joy of this moment when Christ becomes our guest)

Sudah sewajarnya dan sepantasnya jika kita memberikan penghormatan kepada Allah yang kita jumpai di dalam liturgi. Jika sikap seenaknya tidak kita lakukan jika kita sedang bertemu bapak Presiden, maka selayaknya kita tidak bersikap demikian kepada Tuhan yang kita jumpai di gereja.

3. Tidak memeriksa batin, namun tetap menyambut Komuni meskipun dalam keadaan berdosa berat

Seharusnya:

RS 81    Kebiasaan sejak dahulu kala menunjukkan bahwa setiap orang harus memeriksa batinnya dengan mendalam, dan bahwa setiap orang yang sadar telah melakukan dosa berat tidak boleh menyambut Tubuh Tuhan kalau tidak terlebih dahulu menerima Sakramen Tobat, kecuali jika ada alasan berat dan tidak tersedia kemungkinan untuk mengaku dosa; dalam hal itu ia harus ingat bahwa ia harus membuat doa tobat sempurna, dan dalam doa ini dengan sendirinya tercantum maksud untuk mengaku dosa secepat mungkin (lih. KGK 1385, KHK Kan 916, Ecclesia de Eucharistia, 36) 

Dosa berat memisahkan kita dari Kristus, dan karena itu untuk bersatu dengan-Nya kita harus meninggalkan dosa tersebut, dan mengakukannya di dalam sakramen Tobat. Contoh dosa berat ini misalnya jika hidup dalam perkawinan yang tidak sah menurut hukum Gereja Katolik, atau hidup dalam perzinahan/ percabulan, atau dalam keadaan kecanduan obat-obatan, dst. Kekecualian akan “adanya alasan berat dan tidak tersedia kemungkinan mengaku dosa”, contohnya adalah bahaya maut, atau jika tinggal di daerah terpencil di mana Komuni dibagikan oleh seorang asisten imam dalam waktu sekian minggu sekali.

Pelanggaran dalam bagian- bagian Misa Kudus:

1. Mazmur Tanggapan digantikan dengan lagu rohani lainnya

Seharusnya:

Redemptoris Sacramentum (RS) 62    “Tidak juga diperkenankan meniadakan atau menggantikan bacaan-bacaan Kitab Suci yang sudah ditetapkan, atas inisiatif sendiri, apalagi “mengganti bacaan dan Mazmur Tanggapan yang berisi Sabda Allah, dengan teks-teks lain yang bukan dari Kitab Suci.” (lih. juga PUMR 57)

Katekismus mengajarkan bahwa kehadiran Kristus dalam Perayaan Ekaristi nyata dalam: 1) diri imamnya; 2) secara khusus dalam rupa roti dan anggur; 3) dalam sabda Allah (bacaan-bacaan Kitab Suci); 4) dalam jemaat yang berkumpul (lih. KGK 1088). Nah sabda Allah yang dimaksud di sini adalah bacaan di dalam Liturgi Sabda, dan ini termasuk bacaan Mazmur pada hari itu.

2. Ordinarium digantikan dengan lagu- lagu lain dengan teks yang berbeda, yang tidak sama dengan yang sudah disahkan KWI.

RS 59    Di sana-sini terjadi bahwa Imam, Diakon atau umat dengan bebas mengubahkan atau menggantikan teks-teks liturgi suci yang harus mereka bawakan. Praktek yang amat tidak baik ini harus dihentikan. Karena dengan berbuat demikian, perayaan Liturgi Suci digoyahkan dan tidak jarang arti asli liturgi dibengkokkan.

Seharusnya:

PUMR 393    Perlu diperhatikan pentingnya nyanyian dalam Misa sebagai bagian utuh dari liturgi. Konferensi Uskuplah yang berwenang mengesahkan lagu-lagu yang serasi, khususnya untuk teks-teks Ordinarium, jawaban dan aklamasi umat, dan untuk ritus-ritus khusus yang diselenggarakan dalam kurun tahun liturgi….

Rumusan Ordinarium merupakan pernyataan iman Gereja yang sifatnya baku, sehingga tidak selayaknya diubah-ubah atas kehendak pribadi.

3. Kurangnya saat hening.

Seharusnya:

PUMR 45    Beberapa kali dalam Misa hendaknya diadakan saat hening. Saat hening juga merupakan bagian perayaan, tetapi arti dan maksudnya berbeda-beda menurut makna bagian yang bersangkutan. Sebelum pernyataan tobat umat mawas diri, dan sesudah ajakan untuk doa pembuka umat berdoa dalam hati. Sesudah bacaan dan homili umat merenungkan sebentar amanat yang didengar. Sesudah komuni umat memuji Tuhan dan berdoa dalam hati.
Bahkan sebelum perayaan Ekaristi, dianjurkan agar keheningan dilaksanakan dalam gereja, di sakristi, dan di area sekitar gereja, sehingga seluruh umat dapat menyiapkan diri untuk melaksanakan ibadat dengan cara yang khidmat dan tepat.

PUMR 56    Liturgi Sabda haruslah dilaksanakan sedemikian rupa sehingga mendorong umat untuk merenung. Oleh karena itu, setiap bentuk ketergesa-gesaan yang dapat mengganggu permenungan harus sungguh dihindari. Selama Liturgi Sabda, sangat cocok disisipkan saat hening sejenak, tergantung pada besarnya jemaat yang berhimpun. Saat hening ini merupakan kesempatan bagi umat untuk meresapkan sabda Allah, dengan dukungan Roh Kudus, dan untuk menyiapkan jawaban dalam bentuk doa. Saat hening sangat tepat dilaksanakan sesudah bacaan pertama, sesudah bacaan kedua, dan sesudah homili.

Pelanggaran dalam hal penerimaan Komuni:

Umat yang menerima Komuni dengan tangan, tidak melakukan sikap penghormatan sebelum menerimanya.

Seharusnya:

PUMR 160    ….Tetapi, kalau menyambut sambil berdiri, dianjurkan agar sebelum menyambut Tubuh (dan Darah) Tuhan mereka menyatakan tanda hormat yang serasi, sebagaimana ditentukan dalam kaidah- kaidah mengenai komuni.

Adalah baik jika sesaat sebelum menyambut Komuni umat menundukkan kepala, tanda penghormatan kepada Kristus Tuhan yang hadir di dalamnya.

Pelanggaran dalam hal musik liturgis:

1. Dinyanyikannya lagu-lagu pop rohani dalam perayaan Ekaristi

Seharusnya:

Tra le Sollecitudini  1    Musik liturgis (sacred music)… mengambil bagian dalam ruang lingkup umum liturgi, yaitu kemuliaan Tuhan, pengudusan dan pengajaran umat beriman. Musik liturgis memberi kontribusi kepada keindahan dan keagungan upacara gerejawi, dan karena tujuan prinsipnya adalah untuk melingkupi teks liturgis dengan melodi yang cocok demi pemahaman umat beriman, tujuan utamanya adalah untuk menambahkan dayaguna-nya kepada teks, agar melaluinya umat dapat lebih terdorong kepada devosi dan lebih baik diarahkan kepada penerimaan buah-buah rahmat yang dihasilkan oleh perayaan misteri-misteri yang paling kudus tersebut.

Tra le Sollecitudini  2     Karena itu musik liturgis (sacred music) … harus kudus, dan harus tidak memasukkan segala bentuk profanitas, tidak hanya di dalam musik itu sendiri, tetapi juga di dalam cara pembawaannya oleh mereka yang memainkannya.

Tra le Sollecitudini  5    Gereja telah selalu mengakui dan menyukai kemajuan dalam hal seni, dan menerima bagi pelayanan agama semua yang baik dan indah yang ditemukan oleh para pakar yang ada sepanjang sejarah — namun demikian, selalu sesuai dengan kaidah- kaidah liturgi. Karena itu musik modern juga diterima Gereja, sebab musik tersebut menyelesaikan komposisi dengan keistimewaan, keagungan dan kedalaman, sehingga bukannya tak layak bagi fungsi-fungsi liturgis. Namun karena musik modern telah timbul kebanyakan untuk melayani penggunaan profan, maka perhatian yang khusus harus diberikan sehubungan dengan itu, agar komposisi musik dengan gaya modern yang diterima oleh Gereja tidak mengandung apapun yang profan, menjadi bebas dari sisa-sisa motif yang diangkat dari teater, dan tidak disusun bahkan di dalam bentuk- bentuk teatrikal seperti cara menyusun lagu- lagu profan.

Harus dibedakan bahwa untuk lagu-lagu liturgis, lagu bukan hanya sebagai ungkapan perasaan tetapi ungkapan iman (lex orandi lex credendi).

3. Band masuk gereja dan digunakan sebagai alat musik liturgi.

Seharusnya:

Tra le Sollecitudini 19    Penggunaan alat musik piano tidak diperkenankan di gereja, sebagaimana juga alat musik yang ribut atau berkesan tidak serius (frivolous), seperti drum, cymbals, bells dan sejenisnya.

Tra le Sollecitudini 20    Dilarang keras menggunakan alat musik band di dalam gereja, dan hanya di dalam kondisi- kondisi khusus dengan persetujuan Ordinaris dapat diizinkan penggunaan alat musik tiup, yang terbatas jumlahnya, dengan penggunaan yang bijaksana, sesuai dengan ukuran tempat yang tersedia dan komposisi dan aransemen yang ditulis dengan gaya yang sesuai, dan sesuai dalam segala hal dengan penggunaan organ.

Maka diperlukan izin khusus untuk menggunakan alat-alat musik lain, terutama jika alat tersebut dapat memberikan efek ribut/ keras, dan berkesan profan/ tidak serius.

Kesimpulan: Mengapa perlu memperhatikan norma-norma Liturgi dan menghindari penyelewengannya?

Adalah penting kita ketahui bersama, bahwa “Norma-norma liturgi Ekaristi dimaksudkan untuk mengungkapkan dan melindungi misteri Ekaristi dan juga menjelaskan bahwa Gerejalah yang merayakan sakramen dan pengorbanan yang agung. Sebagaimana yang ditulis oleh Paus Yohanes Paulus II, “Norma-norma ini adalah ungkapan konkret dari kodrat gerejawi otentik mengenai Ekaristi; inilah maknanya yang terdalam. Liturgi tak pernah menjadi milik perorangan, baik dari selebran maupun komunitas, tempat misteri-misteri dirayakan.” ((Ecclesia de Eucharistia, 52)) Ini berarti bahwa “… para imam yang merayakan Misa dengan setia seturut norma-norma liturgi, dan komunitas-komunitas yang mengikuti norma-norma itu, dengan tenang namun lantang memperagakan kasih mereka terhadap Gereja. ((Ibid., lih. Redemptoris Sacramentum, Lampiran, 2))

Adanya penyelewengan-penyelewengan yang terjadi dalam liturgi seringkali berhubungan dengan salah persepsi tentang makna ‘kebebasan’; dan hal ini tidak menuju kepada pembaharuan sejati yang diharapkan oleh Konsili Vatikan II. Karena penyimpangan ini dapat mengakibatkan merosotnya/ hubungan yang perlu antara hukum doa dengan hukum iman, yaitu bahwa doa harus merupakan ungkapan iman (lex orandi, lex credendi).

Akhirnya, marilah kita berpartisipasi secara aktif dan sadar setiap kali kita mengikuti perayaan liturgi, dan juga dengan memperhatikan dan melaksanakan ketentuan- ketentuannya, sebagai tanda bukti bahwa kita mengasihi Kristus dan Gereja-Nya.

Senin, 07 November 2022

PLENO PAROKI ST. YOSEF ONEKORE 2022



Kegiatan Pleno merupakan kegiatan tahunan dimana semua anggota Dewan Pastoral Paroki (DPP), Fungsionaris Pastoral mulai dari tingkat Komunitas Umat Basis (KUB) hingga Lingkungan, utusan sekolah-sekolah dan Komunitas biara, Kelompok kategorial rohani, tokoh masyarakat bersama pastornya melihat kembali (evaluasi) kegiatan dan capaian karya pastoral di tahun sebelumnya lalu menyusun program pastoral untuk satu tahun ke depan. 

Berbeda dengan tahun kerja pada umumnya, Gereja khatolik tahun kerjanya berdasarkan kalender Liturgi.

Paroki St. Yosef Onekore pada hari Minggu 6 November 2022 mengadakan Pleno tahunan bertempat di aula Paroki Marinus Kroll. Dengan thema: " DEMIKIANLAH HENDAKNYA TERANGMU BERCAHAYA DI DEPAN ORANG ( Mat 5 : 16), pleno tahun 2022 sedikit berbeda dengan pleno-pleno di tahun sebelumnya. Kalau di tahun sebelumnya pleno diadakan selama dua hari, di tahun ini diadakan sehari saja. Hal ini dilatarbelakangi karena pada pleno tahun 2021 hanya mengevaluasi program kerja di tahun 2020/2021 sebagai akibat bencana universal pandemi Covid-19. Praktis kenyataan bahwa akibat pandemi banyak program tidak dijalankan. Namun tidak berarti karya Pastoral terhenti. Ada seksi-seksi secara rutinitas kegiatan pastoral tetap dijalankan dan ada kegiatan lain yang dilaksanakan dengan sukses oleh beberapa seksi, misalnya seksi Kerasulan anak dan remaja dengan Kegiatan Hari Anak (HAN), seksi Kerasulan Kitab Suci pada Bulan Kitab Suci dan Kepemudaan dengan Tri Hari OMK Paroki.

Pleno Paroki St. Yosef Onekore terdiri dari Seluruh anggota Dewan Pastoral Paroki, 20 lingkungan dan 84 KUB, sekolah-sekolah se-Paroki, Komunitas Biara se-Paroki dan Tokoh Masyarakat. Pleno dibuka secara resmi oleh Pastor Paroki St. Yosef Onekore, RP. Krispinianus Lado, SVD. Dalam kata sambutan, Pastor paroki sangat bangga atas umat yang lewat ketua lingkungan dan KUB kehadirannya dalam rapat pleno. Dan Pastor paroki menekankan  bahwa setiap program yang dirancang harus  tepat sasar sesuai dengan issu dan keprihatinan MUSPAS ke VIII di Mataloko. Tiga kelompok  keprihatinan yaitu Anak dan Remaja, Kaum Muda (Orang Muda Katolik/OMK) dan Pasangan Suami-Istri usia perkawinan muda. Dalam Panorama yang berjudul " Pelayanan Pastoral Pasca Covid-19 " Panorama Pastoral  Pastoral Paroki St. Yosef Onekore oleh Pastor Paroki yang dibawakan oleh  pastor rekan RP. Kharis Djuwa, SVD memberi gambaran keseluruhan kegiatan karya Pastoral tahun 2022 dan proyeksi pastoral 2023. Bagaimana keberhasilan dan keprihatinan sebagai gembala umat dalam parokinya diuraikan dalam panorama ini.

Untuk refleksi Biblis dalam berpastoral yang dibawakan oleh RP. Pian Lado, SVD sendiri mengangkat thema dalam Pleno "Demikianlah Hendaknya Terangmu Bercahaya Di depan Orang" (Mat. 5:16). Setiap orang Kristen melalui penerimaan sakramen inisiasi diundang oleh Kristus , Terang Dunia dan untuk terang para bangsa (Luk. 2:32) bercahaya di depan orang. Orang Kristen adalah bagian dari Tubuh Kristus, yakni gereja. Gereja sebagai anggota tubuh mistik Kristus dan Kristus sendiri adalah kepalanya dipanggil untuk menjadi terang bagi bangsa-bangsa (Lumen Gentium). Lebih lanjut, pastor paroki dalam refleksi biblis menyadari bahwa selama tahun pastoral 2021/2022 di bawah tema: " Langit dan Bumi akan berlalu, tetapi Sabda-Ku tidak akan berlalu" telah berusaha merealisasikan karya pelayanan pastoral dengan memberi penekanan pada Sabda Allah sebagai sumber hidup sekarang dan selama-lamanya. Kenangan pahit dan manis di masa sulit, indah dan suramnya dengan gejolak pandemi Covid-19 telah dilewati. Sekarang kita akan memasuki gerbang new normal, demikian ungkap pater Pian.

Pleno Paroki tahun 2022 kali ini juga memberi nuansa baru dengan kehadiran tiga moderator untuk memandu jalannya Pleno. Herlin Reku Radja seorang muda tampil sebagai Moderator dalam Pleno Pertama. Dan Bpk. Marselus Eclesianus Meta,ST.M.Eng.( dikenal Bpk. Sil Meta) menjadi Moderator pada Pleno ketiga, serta Bpk. Yance Vianney, S.Sos, M.Si tampil untuk memandu Pleno Kedua dan empat.

Pleno diwarnai dengan diskusi hangat yang dibagi dalam empat kelompok (Rumpun Pewartaan, Rumpun Pembinaan, Rumpun Pemberdayaan Masyarakat dan Badan Pengelolaan keuangan ). Setelah itu dipresentasikan untuk didiskusikan bersama seluruh peserta Pleno dan diusulkan ke Pastor Paroki sebagai ketua DPP ex-officio menjadi sebuah program kerja pastoral 2022/2023.  


Dalam kelelahan dan semangat Comunio -Misio akhirnya Pleno pun berakhir sesuai rencana yang ditandai penandatanganan berita acara hasil pleno oleh Pastor Paroki, perwakilan umat, Perwakilan anggota DPP dan tokoh masyarakat lalu diserahkan ke Pastor Paroki.






Kamis, 03 November 2022

UMAT PAROKI ONEKORE MEMPERINGATI HARI ARWAH DI PEKUBURAN PAROKI

 


Mengenang Semua Orang beriman yang telah meninggal dalam hari arwah 2 November 2022, umat Paroki St. Yosef Onekore mengadakan Perayaan Ekaristi di pekuburan lama.

Dalam pantauan kru komsos Paroki St. Yosef Onekore kehadiran umat dalam perayaan Ekristi mencapai ribuan orang. Perayaan berlangsung diawali dengan pemberkatan kubur-kubur. Perayaan Ekaristi dipimpin oleh Pastor Paroki St. Yosef Onekore, RP. Krispinianus Lado SVD dan didampingi oleh Pastor Rekan, RP. Kharis Djuwa, SVD. Perayaan berlangsung hikmad dengan nyanyian koor dari Lingkungan 13.


Dalam Perayaan ini, umat tersebar duduk disekitar makam keluarga dan di seputaran altar tempat perayaan.

 Pater Pian Lado, SVD mengatakan Perayaan Ekaristi di Pekuburan dimaksud agar umat berziarah ke makam keluarga atau orang yang dikasihi dan sebagai bentuk permenungan bagi kita yang masih hidup dalam ziarah menuju rumah Bapa. Hubungan kasih antara kita yang masih hidup dan mereka yang telah meninggal tak terputuskan oleh maut.


Dalam khotbahnya, Pater Pian Lado mengingatkan bahwa inilah "rumah-rumah" masa depan kita semua. Sekali kelak kita pun akan mengalaminya. Pastor Paroki menggambarkan bahwa dalam permenungannya ada Gereja Persekutuan Para Kudus di Surga, Gereja bagi kita yang masih hidup dan Gereja terakhir beliau menyebutnya sebagai "Gereja bawah tanah"(Gereja bagi orang yang telah meninggal). Kita semua, akan mengalami situasi ketiga gereja ini.

Suasana pekuburan Onekore saat itu penuh cahaya lilin dan umat yang bersiarah. Kenangan-kenangan semasa hidup bersama orang yang dikasihi menjadi sharing diantara keluarga yang mengeliling makam.


Selain merayakan Ekaristi di pekuburan lama Paroki Onekore. Pagi hari pada jam 09.00 Wita juga ada upacara pemberkatan kubur di Pekuburan Aembambu yang merupakan pekuburan baru Paroki oleh Pater Kharis Djuwa, SVD. Keluarga yang memakamkan orang yang dikasihi di Aembambu turut hadir dalam Ibadat Pemberkatan Kubur-kubur orang beriman yang telah meninggal.